SELAMAT DATANG

HAVE FUN

JUMLAH ANGGOTA ` Boss Over Time ` YANG HADIR:

Kamis, 09 Juni 2011

Kartu Ucapan Aneh

Shasa melangkah menuju kelasnya di lantai dua dengan bersemangat. Hari masih pagi. Murid-murid sekolah dasar TUNAS belum banyak yang datang. Mendekati ruang kelasnya, tangannya meraba kantong kecil di bagian samping tas sekolahnya. Bibirnya tersenyum saat merasakan tonjolan kecil. Kado buat Nia yang sudah ia siapkan. Hmmm.. kira-kira bagaimana reaksi Nia bila menerimanya kelak ya?
“Naah.. Tuh, Shasa datang!”
Shasa yang baru saja masuk ke dalam kelas tertegun. Nia, Rara dan Fira tengah menatap kearahnya dari tempat duduk Nia.
“Kesini, Sha!” Panggil Rara yang pertama kali melihat kedatangannya.
Shasa mendekat dengan heran setelah terlebih dahulu meletakkan tasnya. “Ada apa?” tanyanya.
“Ada kerjaan buat kamu,” kali ini Fira buka suara.
“Kerjaan?” Shasa jadi semakin bingung mendengarnya. Kenapa teman-temannya jadi membicarakan tentang pekerjaan? Memangnya kelas empat SD sudah boleh bekerja?
“Tadi pagi Nia mendapati kartu ini di laci mejanya,” Fira menjelaskan sambil menyodorkan sebuah kartu.
Shasa membolak-balikkan kartu itu. Sebuah kartu berukuran seperempat buku tulis. Sepertinya bukan kartu yang banyak dijual di toko-toko melainkan dibuat sendiri dari karton berwarna Ungu. Warna kesukaan Nia. Di depannya terdapat bunga-bunga kecil terbuat dari pita lengkap dengan daunnya yang dilekatkan dengan lem. Di bagian belakangnya terdapat gambar babi kecil yang lucu dengan ekornya yang melingkar.
“Wooii.. Jangan dibolak-balik saja. Baca dong tulisan di dalamnya,” kata Rara dengan gemas. Rupanya ia tidak dapat menahan diri untuk tidak berkomentar melihat Shasa sejak tadi hanya membolak-balikkan kartu yang dipegangnya.
“Loh.. bilang dong dari tadi kalau aku harus membaca bagian dalamnya,” Shasa cekikikan. Rara cemberut. Shasa membuka kartu yang sejak tadi dipegangnya. Di bagian dalam kartu itu terdapat tulisan. Hurufnya kecil-kecil dan rapih.

nuhat gnalu tamales
kitnac habmat
aynnaritkart uggnutid

Shasa mengernyitkan kening. Ini bahasa apa ya? Pikir Shasa bingung. Bukan bahasa Inggris, bukan pula bahasa daerah. Hmmm.. bahasa yang aneh..
“Gimana, Sha?” tanya Rara.
“Apanya yang bagaimana?” Shasa balik bertanya.
“Ya ampun, Shasaaa…,” Rara berseru gemas. Bibirnya cemberut. Shasa tak dapat menahan cekikikannya.
“Maksud Rara, kamu mengerti tidak yang tertulis di kartu itu?” Fira buru-buru menengahi.
“Nggak,” Shasa menjawab polos. Matanya menatap satu persatu teman-temannya dengan pandangan tak bersalah.
“Katanya hobi baca buku misteri. Katanya ingin jadi detektif. Buktikan dong,” Rara mencibirkan bibirnya.
Shasa hanya tersenyum-senyum mendengar kata-kata Rara. “Oh.. jadi aku diminta memecahkan misteri kartu ucapan aneh ini,” Shasa mengangguk-anggukan kepala.
“Capek deehh..” Rara meletakkan sebelah tangannya di dahi. Nia dan Fira cekikikan melihatnya.
“Bagaimana sih ceritanya sampai kamu menemukan kartu ini?” tanya Shasa ingin tahu. Ditatapnya Nia dengan serius. Tanpa menunda-nunda, Nia segera menceritakan kisahnya.
Kalau mendengar cerita Nia, kartu ucapan itu memang misterius. Ketika tiba di kelas dan hendak memasukkan tas berisi baju olahraga ke dalam laci, Nia menemukan kartu itu. Tidak ada nama pengirimnya. Hanya ada gambar babi kecil di bagian belakang amplop sama seperti yang ada dibagian belakang kartu.
Shasa memilin-milin rambutnya dengan jari tangannya. Kebiasaannya bila sedang berfikir. Hmmm.. benar-benar kartu ucapan yang misterius.
“Ketika aku tiba di kelas tadi pagi, baru Deden dan Oca yang sudah datang,” tambah Nia.
Shasa melemparkan pandangannya ke luar kelas. Dilihatnya kedua anak laki-laki yang namanya disebut oleh Nia sedang asyik bercengkerama di dekat pagar pembatas. Sepertinya tidak mungkin salah satu dari mereka yang menjadi pengirim kartu misterius. Keduanya bukan tipe yang peduli dengan ulang tahun teman mereka. Lagipula tulisan tangan mereka tidak mirip dengan tulisan yang ada di kartu.
“Nanti aku pikirkan deh, siapa tahu saat istirahat nanti aku mendapat wangsit. Lagipula sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi,” kata Shasa sambil melihat ke arah jam dinding yang ada di depan kelas. Mereka pun membubarkan diri dan menuju bangku masing-masing.
“Eh, kamu mau kemana?” tanya Rara ketika dilihatnya Shasa terburu-buru menuju pintu kelas saat bel istirahat berbunyi.
“Sebentar, aku mau ke ruang Tata Usaha dulu. Nanti aku segera kembali ke kelas,” Shasa menjawab sambil bergegas.
Aduh.. ramai sekali suasana saat istirahat. Shasa sampai harus berdesak-desakkan saat menuruni tangga. Selesai menyerahkan uang untuk membayar catering kepada petugas Tata Usaha, Shasa setengah berlari kembali menuju kelasnya. Mudah-mudahan nanti ia akan mendapatkan ide untuk memecahkan kata-kata misterius di kartu ucapan yang diterima Nia.
“Saking terburu-burunya, di ujung tangga Shasa nyaris bertabrakan dengan dua orang murid kelas tiga yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Kalau susu dibalik jadi apa, hayo?” salah seorang dari mereka bertanya
“Jadi usus,” jawab yang lainnya.
“Salah dong, yang benar itu susu dibalik jadi tumpah,” yang pertama bertanya menjelaskan.
Shasa tersenyum-senyum sendiri mendengarnya. Eh, nanti dulu.. apa tadi katanya? Dibalik?
Begitu tiba di kelas, Shasa segera mengambil kartu ucapan misterius yang sedang diperhatikan oleh Nia, Rara dan Fira. Dibawah tatapan heran teman-temannya, Shasa membaca kata-kata yang tertulis di kartu. Kalian penasaran bagaimana Shasa bisa membacanya? Coba deh dibalik. Naahh.. sudah bisa membacanya kan?
“Lantas siapa yang menulis kartu itu?” kejar Rara.
Belum juga Shasa menjawab, dari pintu kelas terdengar teriakan, “Niaaa.. Pulang sekolah traktir burger dong di kantin. Kamu ulang tahun kan hari ini?”
Seorang anak perempuan tersenyum lebar di pintu kelas. Rambutnya dikuncir dua. Ikat rambutnya berhiaskan boneka babi berwarna ungu. Tangannya membawa dompet kecil begambar babi dengan ekornya yang melingkar.
“Itu dia yang menulis kartu ucapan dengan gambar babi kecil,” Shasa menunjuk ke arah Ghina, sepupu Nia yang masih tersenyum.
Nia menepuk dahinya. “Kok aku tidak terfikir ke arah sana ya?” sesalnya. “Seharusnya aku ingat kalau Ghina itu mengoleksi pernak-pernik bergambar babi.”
“Hebat.. Shasa bisa memecahkan misteri kartu ucapan yang aneh,” puji Fira.
“Shasa gitu loh,” Shasa menjawab sambil mengedip-ngedipkan matanya.
“Huuu.. Narsis..!” ketiga temannya berseru serempak. Shasa tertawa-tawa. Diambilnya kado kecil yang sudah disiapkannya untuk Nia.
“Met ultah ya,” ucapnya sambil menyerahkan kado ke tangan Nia.
Buat kalian yang masih kesulitan membaca ucapan yang ada di kartu, yuk kita baca dari belakang ke depan.

selamat ulang tahun
tambah cantik
tambah pintar
ditunggu traktirannya

Jam Dinding Maju Mundur

“Dorr..!”

“Uhh… Dasar usil!”

Shasa tertawa cekikikan melihat ekspresi wajah Nia yang kaget bercampur kesal.

“Habis, pagi-pagi sudah bengong sambil menatap jam dinding,” Shasa berkata sambil masih tersenyum-senyum.

Nia menunjuk jam dinding yang terpasang di dinding luar ruang guru. “Itu loh, jam dindingnya rusak,” kata Nia.

“Ah, masa’ sih?” Shasa menatap jam dinding yang dimaksud. Jam itu menunjukkan pukul Tujuh kurang Limabelas menit. Kedua jarumnya bergerak teratur. “Kok kamu bisa bilang jam dindingnya rusak?” tanya Shasa setelah beberapa saat menatap jam dinding.

“Aku berangkat dari rumah jam Tujuh kurang Limabelas menit. Begitu aku sampai disekolah dan melihat jam dinding itu ternyata masih jam Tujuh kurang Limabelas menit.” Nia menjelaskan.

“Ah, masa’ sih?” Shasa berkomentar dengan nada sangsi.

“Uhh.. kamu ini! Ah, masa’ sih.. Ah, masa’ sih.. Ya sudah kalau kamu tidak percaya.” Sambil cemberut Nia membalikkan badan.

“Eh, eh, jangan ngambek dulu dong,” Shasa berkata sambil mencekal tangan Nia.

Pada saat itu, lewatlah pak Yono, guru olahraga di dekat mereka. Mau tak mau, Nia terpaksa menghentikan langkahnya.

“Assalamu’alaikum, Pak!” sapa Shasa. “Eh, sekarang jam berapa ya, Pak?” tanya Shasa sopan.

Sambil menjawab salam Shasa, pak Yono mengulurkan tangannya. Dengan cepat Shasa melihat waktu yang ditunjukkan jam tangan Pak Yono dan membandingkannya dengan waktu yang ditunjukkan jam dinding.

“Jam dinding itu tidak rusak ,” bisik Shasa setelah Pak Yono berlalu. “Aku sudah mencocokkannya dengan jam tangan pak Yono.”

“Siapa tahu jam tangan Pak Yono juga rusak,” kata Nia bersikukuh dengan pendapatnya.

“Yeee… maksa gitu..,” sekarang giliran Shasa yang berkomentar dengan nada dongkol. “Siapa tahu jam dinding di rumah kamu yang rusak.”

“Yeee… Masa’ semua jam dinding di rumahku rusak sih,” bantah Nia.

Berdua mereka berjalan bersisian menuju ruang kelas mereka di lantai tiga. Tak lama kemudian terdengar bel masuk berbunyi.

Shasa mencolek bahu Nia yang duduk di depannya. “Tuh kan, apa aku bilang, jam dinding di ruang guru tadi tidak rusak,” kata Shasa.

“Uhh.. kamu ini.. Di rumahku ada tiga buah jam dinding. Semuanya menunjukkan waktu yang sama. Kalau salah satunya rusak sementara dua jam dinding lainnya menunjukkan waktu yang sama, artinya semua jam dinding di rumahku rusak dong,” bantah Nia.

Shasa terdiam. Aneh juga ya. Masa’ ada jam dinding maju mundur begitu? Shasa jadi penasaran.

Esok harinya, Shasa sengaja memperhatikan jam dinding di rumahnya sebelum berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah, buru-buru ia menuju ruang guru.

“Ah, sama kok,” gumam Shasa.

“Gimana?” sebuah suara terdengar dari arah belakang Shasa. “Jam dinding siapa yang rusak?”

“Jam dinding kamu,” kata Shasa.

“Yeee… maksa gitu..” Nia menirukan kata-kata Shasa.

“Loh.. jam di rumahku sama kok dengan jam di sekolah,” kata Shasa tak mau kalah. “Tadi sebelum aku berangkat, aku kan memperhatikan dengan seksama.”

Nia terdiam. Dahinya berkerut.

“Gini deh, nanti sepulang sekolah aku akan bertapa memecahkan misteri ini.” Kata Shasa.

Nia menonjok bahu Shasa. “Uhh.. anak usil seperti kamu mau bertapa? Baru duduk diam sebentar pasti sudah gak tahan.”

Shasa tertawa-tawa. “Loh.. bertapa ala Shasa itu tidak perlu duduk diam. Itu sih sudah kuno. Pakai bertapa gaya baru dong. Mendengarkan lagu sambil menikmati susu coklat dingin.. mantaaaappp…”

Nia ikut tertawa-tawa. “Dasaaarrrr…!”

Malamnya, Nia sedang asyik menonton televisi ketika mama memberitahunya Shasa menelepon.

“Ada apa, Sha?” tanya Nia.

“Sekarang kamu lihat deh jam dinding di rumah kamu!” suara Shasa terdengar bersemangat di telepon.

Nia menoleh ke arah jam dinding.

“Pasti sekarang jam dinding kamu menunjukkan pukul 7.15. iya kan?”

“Iya,” jawab Nia. “Memangnya kenapa?”

“Berarti aku sudah berhasil memecahkan misteri jam dinding yang maju mundur,” Shasa berkata dengan nada riang.

“Apanya yang dipecahkan?” tanya Nia bingung. “Kamu kan tadi hanya bertanya jam berapa sekarang.”

“Besok deh aku ceritakan selengkapnya. Sekarang aku mau kembali bertapa memecahkan misteri-misteri lainnya.”

“Dasaarrrr…” Nia berseru gemas kemudian menutup telepon. Ah, dia jadi tidak sabar ingin cepat-cepat bertemu Shasa.

Keesokan harinya, Shasa menyodorkan selembar surat kabar.

“Apaan nih?” tanya Nia bingung.

“Kamu lihat deh di halaman yang memuat acara-acara televisi,” kata Shasa.

Nia membuka surat kabar yang disodorkan Shasa masih dengan perasaan bingung.

“Ingat gak semalam ketika aku menelepon kamu, kamu sedang menonton acara apa?”

Nia menyebutkan sebuah acara di salah satu stasiun televisi.

“Acara itu baru mulai kan?” tanya Shasa lagi.

Nia menganggukkan kepalanya. “Terus apa hubungannya dengan misteri jam dinding maju mundur yang katanya sudah berhasil kamu pecahkan?” tanya Nia.

“Aduuhh… kamu lihat dong di surat kabar itu. Acara yang kamu tonton semalam itu dimulai pada pukul berapa,” Shasa berkata dengan nada tidak sabar.

“Pukul Tujuh malam,” jawab Nia setelah memperhatikan susunan acara televisi.

“Ingat gak, jam dinding kamu menunjukkan pukul berapa ketika aku meneleponmu semalam?” tanya Shasa lagi.

“Pukul 7.15.” jawab Nia. Tak lama kemudian kedua matanya membesar. “Apa itu artinya… artinya..”

Shasa meneruskan perkataan Nia yang terputus. “.. Kalau kamu masih ragu-ragu, nanti pulang sekolah kamu cek lagi saja.” Shasa mengakhiri kata-katanya.

“Wah.. kamu memang hebat. Tidak sia-sia kemarin kamu bertapa,” puji Nia.

“Shasa gitu loh,” kata Shasa sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya.

“Dasaaaaarrrr…!”

Eh, kalian sudah tidak bingung lagi dengan misteri jam dinding yang maju mundur itu kan?

Ibu Nia sengaja memajukan lima belas menit semua jam yang ada di rumah Nia. Tujuannya supaya Nia tidak terlambat tiba di sekolah. Itu sebabnya ketika Nia tiba di sekolah dan melihat jam dinding di luar ruang guru, ia menjadi bingung karena jam dinding itu menunjukkan waktu yang sama dengan saat dia berangkat ke sekolah. Padahal Nia tentu memerlukan waktu tempuh dari rumahnya hingga tiba di sekolah, bukan? Artinya tidak mungkin jam dinding di sekolah menunjukkan waktu yang sama dengan saat Nia berangkat ke sekolah.

Ketika Shasa menelepon Nia malam itu, jam dinding di rumah Nia menunjukkan pukul 7.15 menit. Padahal menurut jadwal acara televisi yang ada di surat kabar, acara itu seharusnya dimulai pukul 7.00.

Nah, kalau kamu mengalami kejadian seperti Nia, jangan terburu-buru menyimpulkan jam dinding di sekolahmu rusak ya! Hehehe…

Kejujuran Jati

Jati mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. Setelah satu jam lamanya ia berkeliling komplek perumahan untuk menawarkan barang dagangannya, ia berhasil mengumpulkan beberapa lembar rupiah. Sudah tiga hari ini, Jati berjuang keras untuk mengisi liburan sekolahnya dengan berjualan susu kedelai buatan ibunya. Ia berkeliling komplek perumahan yang tak jauh dari kampungnya. Ia belum akan kembali ke rumah sebelum semua dagangannya laku terjual.. sekilas terbayang raut muka memelas wajah Asih, adik satu-satunya.

Jati memang ingin mengumpulkan uang sekedar untuk membelikan obat adiknya, yang kini terbaring lemah tak berdaya. Hanya itu yang bisa dilakukan Jati, mengingat Ayahnya yang bekerja sebagai buruh serabutan tak mampu membawa Asih ke Dokter apalagi Rumah Sakit. Pernah suatu ketika Asih dibawa ke Rumah Sakit karena penyakit radang paru-paru yang dideritanya. Namun, belum sampai tuntas pengobatannya Asih harus segera dibawa pulang karena tak kuat menanggung biaya Rumah Sakit yang begitu mahalnya.

" Alhamdulillah, daganganku laris hari ini. Susu kedelai buatan Ibu memang luar biasa " Gumam Jati, setelah itu ia menghitung lembaran rupiah yang berhasil ia kumpulkan hari ini. " Dua puluh ribu, Yess! Itu artinya aku masih bisa menyisihkan uang untuk membeli obat buat Asih. Sabar ya dik, Aku akan senantiasa berdo'a dan berusaha untuk kesembuhanmu. Supaya kita bisa kembali bermain, belajar, mengaji abatatsa di Mushala, Ustadz Ahmad pun tentu sudah kangen dengan celotehmu yang lugu dan lucu "
Jati terus berjalan menyusuri komplek perumahan menuju rumahnya. " ini adalah hari yang menyenangkan bagiku, susu kedelai buatan ibu terjual habis. Sore nanti aku akan kembali berkeliling, menjajakan minuman kesehatan buatan ibuku tersayang. Dan siang ini aku masih bisa bermain layang-layang bersama Sufyan. Sungguh liburan yang paling menyenangkan "

Ditengah-tengah perjalanan menuju kampungnya, kaki Jati menyampar sebuah dompet. "Ups,.. dompet siapa ini?" tanya Jati keheranan. Dengan gemetar ia membuka isinya. "Masyaallah, uang??!!" Jati semakin terperanjat kaget karena bisa dipastikan ia tak pernah memegang atau memiliki uang sebanyak ini. Kepala Jati menoleh kanan dan kiri, tak ditemuinya seorang pun. Keringat panas dingin mendadak bercucuran dari dahi Jati. "ah... aku tak pernah memegang uang sebanyak ini" gumamnya. "lalu milik siapa ini?!". Buru-buru jati menyimpan dalam plastik hitam yang ia bawa. bergegas ia berlari menuju rumahnya hendak bercerita kepada Ibunya.
Di sepanjang perjalanan, Jati terus membayangkan seandainya ia punya uang sebanyak ini tentu ia dan keluarganya tak perlu bersusah payah bekerja demi kesembuhan Asih. Pikirannya berbisik, "Ambillah uang itu, toh tidak ada yang tahu kalau kamu menemukan uang itu. Tak usah dikembalikan kepada pemiliknya. Pasti ia orang kaya dan bisa dengan mudah mencari uang lagi. Sedangkan kamu, waktu liburan saja kau gunakan untuk berkeliling komplek perumahan demi selembar uang dua puluh ribuan. Ayo ambillah". Batin Jati terus bergejolak mendadak Jati segera beristighfar. "Astaghfirullah, mengapa aku memiliki pikiran sepicik ini. Bukankah uang ini bukan milikku, meski aku yang menemukannya dan tak seorangpun tahu ". semakin keras Jati ayunkan langkah menuju rumahnya.
"Assalamu'alaikum" ucap Jati ketika memasuki gubuk tuanya. "Wa'alaikum salam" jawab Ibunya. "Bu, Ibu, aku menemukan ini bu" ucap jati kepada Ibunya, yang tengah berdiri membukakan pintu. "Kenapa tho Le, koq teriak-teriak dan kamu terlihat pucat sekali" jawab Ibunya. "Aku menemukan dompet bu" ungkap Jati. "Dimana?" tanya Ibu dengan nada keheranan. "Di komplek perumahan sepulang aku berjualan bu, dan jumlahnya aku belum sempat menghitung tapi kupikir banyak sekali" Ibu terkejut mendangar cerita Jati. Dengan terengah-engah Jati melanjutkan ceritanya. "aku tidak tahu bu, dompet ini milik siapa. Dan aku belum sempat membuka seluruh isinya, aku takut bu di tengah-tengah seluruh keterbatasan kita, kita menjadi gelap mata dan ingin memiliki yang bukan hak kita. Maka aku bergegas kembali kerumah untuk bercerita kepada Ibu. Ini bu dompetnya." Jati memberikan bungkusan plastik hitam kepada ibunya.
Ibu sangat terkejut ketika melihat isinya. "Masyaallah, pasti yang punya merasa sangat kehilangan uang ini Le. Coba kamu lihat dan cari identitas atau tanda pengenal dalam dompet itu" sergah Ibu Jati. "baik bu" Jati menimpali. "Ini bu, ada KTP tertera nama dr.Heryawan SpOG alamatnya di Jl. Melati Blok C Nomer 5A Perum Limas. Pasti dompet ini miliknya bu" jawab Jati. "Baiklah mari kita segera kerumahnya, pasti dokter Heryawan sangat kehilangan".

Bergegas Ibu Jati mematikan kompor di dapurnya. "Air ini sudah mendidih dan nasi sudah tersedia kalau nanti bapakmu pulang dan kita tidak dirumah semua sudah terhidang. Ibu akan menitip pesan kepada Asih biar nanti ia menyampaikan kita sedang kerumah dokter Heryawan". Tukas Ibu Jati. Dengan sigap ia memberesi seluruh pekerjaan di dapurnya. "Tapi Bu," Ucap Jati. "kenapa? Apa yang kamu pikirkan Jati?" sergah Ibunya. "kita kan, bisa mengambil beberapa lembar saja dari uang itu, toh pemiliknya juga pasti dengan mudah akan mencarinya lagi, toh pasti ia orang kaya" dengan terbata Jati berucap.

"Istighfar Jati, Allah pasti akan marah jika kita melakukan hal ini. Ingatlah ini bukan milik kita, bukan hak kita, meskipun kita sangat membutuhkannya. Ayolah bergegas kita kerumah pemilik dompet ini, sebelum siang datang menjelang, karena ibu masih harus menyiapkan susu kedelai untuk kamu jual lagi sore ini" Ucap ibunya dengan nada tinggi.
"Astagfirullah, baiklah Bu" Jawab Jati dengan nada penuh sesal.
Jati dan ibunya berjalan menuju komplek perumahan Limas untuk mencari alamat dokter Heryawan. Bukan hal yang sulit bagi Jati dan Ibunya untuk menemukan rumah dokter Heryawan, toh hampir seluruh komplek perumahan ini sudah pernah dijajahi Jati.
"Ini pasti rumahnya bu, dr. Heryawan Jl. Melati Blok C Nomer 5A Perum Limas. Wah bagus sekali rumahnya, asri dan sangat bersih"
"Assalamu'alaikum" Ibu Jati mengucapkan salam. Tak lama kemudian dibukakanlah pintu dan datanglah seorang bapak berkacamata. "Wa'alaikum salam, ada yang bisa saya bantu bu, anda mencari siapa?" tanyanya. "Apakah ini benar rumah dokter Heryawan?" tanya Ibu Jati. "Betul Bu, saya dokter Heryawan, silahkan masuk dan silahkan duduk" jawab dokter Heryawan.
"Terimakasih" Jati dan Ibunya masuk kerumah dokter Heryawan. Mata jati tak henti hentinya memandang kesekeliling ruang tamu dokter Heryawan.
"Begini Pak, Anak saya, Jati pagi tadi ketika pulang dari berjualan menemukan dompet ini Pak, dan didalamnya ada identitas nama bapak dan sejumlah uang yang kami tidak membuka seluruh isinya" ucap ibu Jati memberikan penjelasan kepada dokter itu.
"Oh Iya, Alhamdulillah. Benar bu, saya kehilangan dompet pagi tadi. Isinya identitas saya dan beberapa surat-surat penting. Berarti Nak Jati ini yang menemukan" ungkap dokter Heryawan.
"Betul Pak, tak sengaja sepulang berjualan keliling komplek ini, kaki saya menyampar sesuatu ternyata dompet" ungkap Jati menjelaskan.
"Ini Pak, dompetnya" Ucap ibu Jati sambil menyerahkan bungkusan plastik hitam berisi dompet.
"Iya benar sekali, ini milik saya, Alhamdulillah masih rezeki saya. Isinya juga masih utuh. Terimakasih banyak ya, Nak Jati dan Ibu, berkat nak Jati dompet saya dan surat-surat penting itu masih utuh". ucap dokter Heryawan dengan nada syukur.
"Sebelumnya, saya boleh tahu Ibu rumahnya dimana? Dan nak Jati berjualan apa keliling komplek ini?" tanya dokter Heryawan.
"Saya sekeluarga tinggal di kampung sebelah pak, tidak jauh dari komplek perumahan ini. Dirumah saya membuat susu kedelai untuk dijual Jati di sekitar komplek ini". Jawab Ibu Jati
"Baiklah Pak, kami segera pamit" ucap ibu Jati.
"Tunggu sebentar bu" dokter Herywan masuk kedalam dan keluar dengan membawa bungkusan plastik berwarna hitam. "Ini ada sekedar oleh-oleh buat keluarga Ibu dirumah dan ini buat nak Jati" dokter Heryawan menyerahkan bungkusan platik hitam kepada Ibu dan menyerahkan amplop kepada Jati.
"Tak usah repot-repot Pak, ini sudah kewajiban kami" jawab Ibu Jati sambil berpamitan.
"Tidak apa-apa bu, sekedar ucapan terimakasih. Dan saya akan sangat senang jika ibu bersedia menerimanya. Jangan lupa sering-seringlah bertandang kerumah ini."
"Baiklah Pak, terimakasih kami akan segera berpamitan pulang" jawab Ibu
"Ya bu terimakasih kembali. Tapi sebentar bu, biar saya antarkan pulang" ucap dokter Heryawan.
"Tidak usah Pak, khawatir merepotkan saja. Sekali lagi terimakasih. Rumah kami tidak terlalu jauh koq. Assalamu'alaikum " bergegas Jati dan Ibunya berpamitan.
Disepanjang perjalanan Jati tak henti-hentinya bersyukur dan berucap terimakasih. Bukan karena lantaran amplop yang ia terima tadi. Tetapi ia lebih bersyukur karena dikaruniai sesosok ibu yang luar biasa. "Terimakasih ya Allah, engkau karuniakan aku seorang ibu yang baik, yang akan terus mendidik, membesarkan dan mengingatkanku ketika salah serta menuntunku dalam menjalani hidup ini" Gumam Jati penuh syukur.

Sabtu, 04 Juni 2011

Cindelaras

Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.
 
Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.
 
Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
 
Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu
 
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
 
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

Asal Usul Danau Toba

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut berdoa,“Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar dan cantik sekali.

Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong aku jangan dimakan Pak!! Biarkan aku hidup”, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik.

“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah kamu ini? Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu. “Terimakasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”, kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya  kebahagiaan Petani dan istrinya bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya. “Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “Mana makanan buat ayah?”, Tanya petani. “Sudah habis kumakan”, jawab si anak. Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba.

Sangkuriang

Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.

Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.  
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat.

Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Pahlawan Daun Cabai

Jalan-jalan ke pematang sawah dan kebun? Di pagi seperti ini? Pasti becek dan licin. Belum lagi udara pegunungan yang menggigilkan tubuh. Brrr.. Lebih enak melanjutkan tidur sambil berselimut.
Kemarin sore Shasa baru saja tiba di rumah Yuyut. Mumpung hari senin besok tanggal merah, mama mengajak papa dan Shasa mengunjungi Yuyut yang tinggal di kaki Gunung. Yuyut itu panggilan sayang Shasa untuk kakek mama. Usianya sudah 85 tahun.
Pagi ini, matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Malas rasanya meninggalkan kehangatan selimut di tempat tidur. Namun Iyan, sepupunya, mengajaknya menikmati suasana desa di pagi hari. Walaupun awalnya segan, akhirnya Shasa mengiyakan ajakan Iyan. Mumpung sedang berlibur di desa, kapan lagi bisa menikmati indahnya pagi dengan menyusuri pematang sawah dan kebun?
Ditemuinya mama yang sedang menyiapkan sarapan. Setelah mendapat ijin, Shasa buru-buru mengganti bajunya dengan celana panjang dan kaos lengan panjang untuk menangkal udara pagi yang dingin
Bertiga mereka menyusuri jalan desa menuju pematang sawah. Delu berjalan Pematang Sawahpaling depan. Shasa memandang sekelilingnya dengan kagum. Hamparan padi tampak seperti permadani berwarna hijau. Dari kejauhan terdengar kambing-kambing mengembik di dalam kandangnya. Shasa menghirup nafas dalam-dalam. Ahhh.. udara pagi di desa begitu segar. Gunung Ciremai berdiri dengan gagahnya. Bersih. Tanpa ada bagian yang tertutup awan.
“Hei.. jalannya jangan cepat-cepat dong,” seru Shasa ketika dilihatnya Delu sudah jauh meninggalkan dirinya. Dipercepatnya langkahnya. Uhh.. ternyata tidak mudah berjalan cepat di pematang sawah.
Iyan yang berjalan di belakang Shasa tertawa mendengarnya.
“Kamu terbiasa berjalan di jalanan beraspal sih,” ledek Delu sambil menghentikan langkahnya.
Shasa tidak menggubris ledekan itu. Ia sibuk berkonsentrasi dan menjaga keseimbangan tubuhnya. Beberapa kali Shasa nyaris terpeleset. Untung dengan sigap Iyan sempat memeganginya hingga ia tidak sampai terperosok ke dalam sawah.
“Berhenti dulu dong,” pinta Shasa dengan nafas sedkit terengah-engah. Ia langsung menjatuhkan diri duduk di sebuah batu besar yang ada di dekatnya. Ia yang awalnya kedinginan kini malah berkeringat. Akhirnya digulungnya lengan bajunya. Ahh.. begini lebih nyaman, katanya dalam hati. Setelah beristirahat sejenak mereka melanjutkan perjalanan.
Mereka kini berbelok menyusuri jalan kecil yang melintasi kebun. Kata Iyan, Kebunkebun ini milik Yuyut. Sesekali mereka berhenti. Delu dan Iyan bergantian menerangkan nama-nama pohon yang ada di kebun Yuyut. Ada pohon Cengkeh, Melinjo, Rambutan, Durian dan Nangka. Mereka juga memunguti bunga cengkeh yang berjatuhan. Hmm.. Shasa baru tahu rupa pohon cengkeh. Delu juga menunjukkan Cengkeh yang sudah bisa dipetik.
“Nah, yang itu namanya pohon Pisang, Sha,” kata Delu sambil menunjuk sebuah pohon.
“Yeee.. itu sih aku juga tahu,” jawab Shasa dongkol. Bibirnya yang cemberut membuat pipinya menggembung.
“Kirain kamu belum pernah lihat pohon pisang,” Delu berkata dengan kalem. “Biasanya anak kota itu kalau ke desa jadi tulalit dan norak. Padi dikira rumput. Orang sedang memandikan kerbau jadi tontonan. Malah ingin ikut memandikan kerbau. Melihat sungai jernih dengan batu-batu bersembulan langsung histeris dan turun ke sungai bermain air.”
Shasa meringis mendengarnya. Benar juga yang dikatakan Delu. Tiba-tiba Shasa mendesis sambil menggaruk-garuk tangannya yang tiba-tiba terasa gatal dan panas. Dilihatnya bentol-bentol merah bermunculan.
“Aduh.. tanganku kenapa nih?” tanya Shasa panik.
“Sepertinya kamu terkena ulat,” kata Iyan yang berada di dekatnya.
“Ulat?! Hiii…” Shasa bergidik geli. Apalagi ketika dilihatnya seekor ulat Bulu yang berada di daun Jambu di dekat tempatnya berdiri. Ia langsung melompat-lompat kegelian.
“Jangan digaruk, Sha, nanti semakin gatal,” kata Iyang melihat jari-jari Shasa tak berhenti bergerak.
“Aduh.. gatal sekali, aku tidak tahan,” keluh Shasa.
Delu yang tadi menghilang muncul dan menghampiri mereka. Tangannya meremas-remas segenggam daun.
“Pakai ini supaya tidak gatal,” kata Delu.
“Apaan tuh?” tanya Shasa tidak mengerti.
“Daun Cabai,” jawab Delu.
“Daun Cabai itu bisa meredakan gatal-gatalmu,” Iyan membantu menerangkan. Daun Cabai yang sudah hancur teremas-remas itu kemudian dibalurkan di bagian tangan Shasa yang berbentol-bentol merah. Tak lama Shasa merasa rasa gatal yang tadi menyerang berangsur-angsur menghilang.
“Bagaimana?” tanya Delu.
“Sudah tidak gatal seperti tadi,” sahut Shasa lega. “Terima kasih ya, kamu hebat deh bisa menyembuhkan gatal-gatal,” katanya lagi.
“Ah, biasa saja. Semua anak desa sini juga bisa seperti itu,” sahut Delu kalem. Namun tak urung wajahnya tersipu.
Mereka kemudian berjalan beriringan menuju rumah Yuyut. Wah.. Ternyata alam pedesaan bukan hanya menyimpan keindahan pemandangan tetapi juga banyak pengetahuan dan hal-hal menarik lainnya.
Mama yang menyambut kedatangan mereka terkejut melihat lengan Shasa yang masih menyisakan bentol merah.
“Wah, kalau begitu pagi ini Delu sudah menjadi pahlawan yang menyelamatkan Shasa dari bentol-bentol akibat ulat bulu,” komentar mama setelah menyimak cerita Shasa. Wajah Delu kembali bersemu merah.
“Iya, pahlawan daun Cabai karena memakai ramuan daun Cabai untuk menyembuhkan gatal-gatalku,” celetuk Shasa. Mama dan Iyan tertawa mendengarnya. Ha.. Ha.. Ha..

Rajawali Yang Cerdik

Di Suatu hari yang panas seekor rajawali sangat haus dan ingin minum. Sungai amat jauh dan sangat melelahkan jika terbang ke sana untuk minum. Ia tidak melihat kolam air di mana pun. Ia terbang berputar-putar. Akhirnya ia melihat sebuah buyung di luar rumah. Rajawali terbang turun ke buyung itu. Di sana ada sedikit air di dasar buyung. Rajawali memasukkan kepalanya ke dalam buyung tetapi ia tidak menggapai air itu. Ia memanjat ke atas buyung. Ia memasukkan lagi kepalanya ke dalam buyung  tetapi paruhnya tidak bisa mencapai air itu.

Kemudian ia mencari akal.
Rajawali itu terbang tinggi dan kemudian turun menuju ke buyung untuk memecahkannya dengan paruhnya tetapi buyung itu amat kuat. Ia tidak dapat memecahkannya.  Rajawali itu keluar terbang kearah buyung kemudian ia menabrakkan sayapnya. Ia mencoba memecahkannya, agar airnya akan keluar membasahi lantai. Tetapi buyung itu amat kuat. Rajawali itu amat letih bila harus terbang lebih jauh lagi. Ia berpikir ia akan mati kehausan.

Rajawali itu duduk termenung di sarangnya. Ia berpikir terus menerus  Ia tidak mau mati karena kehausan. Ia melihat banyak batu-batu kecil di tanah. Ia mendapatkan ide. Ia mengambil batu itu dan memasukkannya ke dalam buyung. Ia memasukkan dan memasukkan terus. Air itu naik lebih tinggi setiap kali batu jatuh ke dalam buyung. Buyung itu hampir penuh dengan batu. Air telah naik sampai ke permukaan. Rajawali yang pintar itu memasukkan paruhnya  dan ia mendapatkan air. Pepatah mengatakan bahwa “ Jika ada kemauan pasti ada jalan. “ Rajawali itu telah membuktikannya.

Cerita Tentang Candu Cino

Kabupaten Muaro Jambi yang merupakan bagian dari Provisni Jambi kaya akan peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya. Sayangnya peninggalan-peninggalan ini masih banya yang belum ditemukan dan dirawat sebagai mana mestinya. Salah satunya adalah suatu situs candi yang terdapat di desa Kemingking Dalam, kecamatan Tanggo Rajo. Di desa ini terdapat beberapa gundukan batu yang pada awalnya tidak dianggap sebagai apapun oleh warga sekitar. Namun, ketika lapisan tanah yang menumpuk sedikit demi sedikit mulai luntur, maka terlihatlah bahwa gundukan batu itu merupakan sebuah candi.

Warga tidak terlalu mengetaui tentang asal muasal dari candi ini. Penelitian tentang candi inipun baru saja dilakukan dan belum diketahui hasilnya. Sesuatu yang dapat diyakini kebenarannya adalah candi ini mungkin berasal dari masa suatu kebudayaan budha karena bentuk arsitekturnya yang tidak terlalu berbeda dengan candi yang terletak di situs candi muaro jambi.

Cerita tentang candi ini banyak berkembang di masyarakat desa Kemingking Dalam. Ada berbagai versi cerita tentang candi yang sering disebut warga sebagai candi Cino. Salah satunya adalah bahwa di jaman dahulu kala ketika sistem perdagangan internasional yang memasuki kerajaan Jambi masih dilakukan melalui aliran sungai Batanghari, banyak orang asing yang berkunjung bahkan menetap di Jambi termasuk di Desa Kemingking Dalam. Dari sekian banyak pedagang yang datang dan pergi ini, ada sekumpulan pedagang yang berasal dari negeri Cina.

Pedagang dari negeri Cina ini sering melakukan perjalanan bisnis ke daerah Jambi melalui aliran sungai Batanghari dan ketika mereka berkunjung ke wilayah Jambi mereka akan menetap untuk beberapa waktu karena telah menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan. Karena mereka berasal dari Cina dan beragama Buddha maka mereka kemudian membangun candi yang mereka gunakan untuk kepentingan ibadah mereka selama mereka berada di wilayah Jambi. Karena hubungan mereka dengan raja atau penguasa di masa cukup baik, mereka diberi ijin untuk mendirikan kompleks candi untuk peribadatan mereka. Karena candi itu dibangun oleh pedagang dari negeri Cina, candi itu kemudian disebut sebagai candi Cino, disesuaikan dengan lafal masyarkat sekitar.

Hingga kini masa demi masa telah berlalu, masa perdagangan yang gemilang itu telah lama berakhir demikian pula dengan fungsi candi yang telah dibangun tersebut semakin lama semakin terkubur hingga beberapa waktu lalu kembali ditemukan keberadaannya oleh warga sekitar. Kini segala pelestarian kebudadayaan kuno ini tergantung kepada pemerintah daerah dan pusat serta kerjasama masyarakat sekitar untuk menjaga warisan budaya bangsa ini.

Legenda Harimau Makan Durian

Desa Kemingking Dalam merupakan termasuk wilayah kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Daerah ini terkenal dengan berbagai macam hasil bumi salah satunya adalah durian. Di desa Kemingking Dalam, musim durian biasanya tiba satu atau dua tahun sekali dengan hasil yang berlimpah. Durian dari daerah ini terkenal karena bentuknya yang tidak terlalu besar namun memiliki rasa khas yang manis dan legit. Setiap musim panen tiba, masyarakat desa Kemingking Dalam akan berbondong-bondong menunggui durian yang runtuh di kebun mereka masing-masing. Mereka menjaga kebun ini bersama keluarga mereka baik di waktu siang maupun malam. Tetapi, ketika musim panen hampir usai dan buah yang ada di pohon tinggal sedikit, masyarakat desa Kemingking Dalam tidak akan lagi menunggui kebun mereka di malam hari. Berkenaan dengan kebiasaan ini, terdapat sebuah cerita di dalamnya.

Pada suatu masa ketika desa Kemingking Dalam masih merupakan desa dengan pemerintahan tersendiri dan raja-rajanya masih berkuasa. Rakyat hidup berdampingan dalam kedamaian dan kesejahteraan berkat pemimpin yang bijaksana. Namun, tiba-tiba segala kemakmuran itu terganggu dengan hadirnya seekor harimau besar dari negeri seberang. Harimau ini buas, bengis, dan lapar. Ia tidak hanya menghabisi ternak warga masyaraka, tetapi lambat laun harimau ini mulai menyerang manusia. Membuat belasan orang meninggal sedangkan puluha lainnya luka-luka dengan cacat pada tubuhnya.

Melihat hal ini, Raja yang berkuasa di saat itu tidak dapat tinggal diam. Ia kemudian memerintahkan salah seorang prajuritnya yang paling sakti untuk mengatasi krisis yang terjadi di kerajaannya. Prajurit ini dengan patuh pergi mencari harimau untuk mengusir atau membunuhnya. Ketika berhadapan dengan sang harimau prajurit ini langsung menyerang dengan segala daya upaya yang dimilikinya. Namun sang harimau yang sangat besar dan kuat dapat dengan mudah mematahkan pedang dan tombak senjata sang prajurit serta melukai prajurit hingga terluka parah.

Mengetahui kondisinya yang tidak lagi memungkinkannya untuk bertarung secara maksimal, sang prajurit kemudian melarikan diri dari sang harimau dengan segenap kesaktiannya yang tersisa ia dapat menghindari pengejaran si harimau selama beberapa musim. Hingga akhir tahun itu tiba, cidera yang diderita sang prajurit masih belum pulih sepenuhnya. Ia masih belum sanggup untuk melawan sang harimau yang terus mengejarnya seorang diri. Hingga ketika itu sampailah sang prajurit di sebuah daerah yang masih merupakan bagian dari wilayah Desa Kemingking Dalam sekarang ini yang dipenuhi aroma manis dan tanahnya dipenuhi buah yang penuh duri.

Di tempat ini sang prajurit tidak dapat lagi melarikan diri dan ia telah bertekad untuk melawan sang harimau apapun taruhannya. Ketika sang harimau mendapati sang prajurit tidak lagi melarikan diri ia pun menyerang sang prajurit tanpa ampun. Mereka kemudian bertarung dengan seluruh kemampuan mereka. Hingga kemudian sang prajurit menyadari kehadiran buah yang permukaannya dipenuhi duri itu. Ia kemudian menggunakan buah yang di masa kini dikenal dengan nama Durian sebagai senjatanya. Sang prajurit melempar harimau jahat itu dengan durian terus menerus hingga harimau itu terluka parah dan menyadari bahwa ia telah kalah.

Saat hendak menghabisi sang harimau, harimau pun meminta ampun atas semua kesalahan yang telah ia lakukan di masa lalu. Ia pun berjanji kepada sang prajurit untuk tidak lagi menyerang warga asalkan ia diperbolehkan untuk melahap sebagian dari buah yang penuh duri yang tumbuh di tanah mereka itu. Karena rasa kasihan dan iba serta karena melihat kesungguhan dari sang harimau, maka sang prajurit pun membiarkan harimau untuk terus hidup dengan syarat ia tidak akan mendapat ampun lagi apabila ia melanggar janjinya pada sang prajurit.

Maka setelah sekian lama dalam pelarian kembalilah sang prajurit dengan kemenangan di pihaknya. Ia pun melaporkan segala yang terjadi kepada Rajanya dan meneruskan sumpah sang harimau kepada seluruh masyarakat untuk dihormati dan dipatuhi. Hingga sekarang, sumpah sang harimau terus dijaga oleh masyarakat desa Kemingking Dalam. Sehingga meskipun hutan desa Kemingking Dalam termasuk dalam wilayah kekuasaan harimau, harimau-harimau ini tidak pernah menampakkan diri ataupun menyerang warga. Mereka hanya muncul di waktu malam ketika musim durian hampir usai untuk melahap buah-buah terakhir yang telah diperjanjikan untuknya.

 

 

Sejarah Kota Dumai





Oleh CDS FM   
Rabu, 17 Februari 2010 21:36



Tercatat dalam sejarah, Dumai, sebuah dusun kecil di pesisir timur Propinsi Riau, kini mulai menggeliat menjadi mutiara di pantai timur Sumatera. Kota Dumai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Dumai dikukuhkan menjadi Kota Dumai dengan UU No. 16 tahun 1999 tanggal 20 April 1999 dimana status Dumai sebelumnya adalah Kota Administratif.Pada awal pembentukannya, Kota Dumai hanya terdiri atas 3 kecamatan, 13 kelurahan dan 9 desa dengan jumlah penduduk hanya 15.699 jiwa dengan tingkat kepadatan 83,85 jiwa/km2.

Dulu, Dumai hanyalah sebuah dusun nelayan yang sepi, berada di pesisir Timur Propinsi Riau, Indonesia. Kini, Dumai yang kaya dengan minyak bumi itu, menjelma menjadi kota pelabuhan minyak yang sangat ramai sejak tahun 1999. Kapal-kapal tangki minyak raksasa setiap hari singgah dan merapat di pelabuhan ini. Kilang-kilang minyak yang tumbuh menjamur di sekitar pelabuhan menjadikan Kota Dumai pada malam hari gemerlapan bak permata berkilauan. Kekayaan Kota Dumai yang lain adalah keanekaragaman tradisi. Ada dua tradisi yang sejak lama berkembang di kalangan masyarakat kota Dumai yaitu tradisi tulisan dan lisan. Salah satu tradisi lisan yang sangat populer di daerah ini adalah cerita-cerita rakyat yang dituturkan secara turun-temurun. Sampai saat ini, Kota Dumai masih menyimpan sejumlah cerita rakyat yang digemari dan memiliki fungsi moral yang amat penting bagi kehidupan masyarakat, misalnya sebagai alat pendidikan, pengajaran moral, hiburan, dan sebagainya.Salah satu cerita rakyat yang masih berkembang di Dumai adalah Legenda Putri Tujuh.Cerita legenda ini mengisahkan tentang asal-mula nama Kota Dumai.

Konon, pada zaman dahulu kala, di daerah Dumai berdiri sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini diperintah oleh seorang Ratu yang bernama Cik Sima. Ratu ini memiliki tujuh orang putri yang elok nan rupawan, yang dikenal dengan Putri Tujuh. Dari ketujuh putri tersebut, putri bungsulah yang paling cantik, namanya Mayang Sari. Putri Mayang Sari memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya merah bagai delima, alisnya bagai semut beriring, rambutnya yang panjang dan ikal terurai bagai mayang. Karena itu, sang Putri juga dikenal dengan sebutan Mayang Mengurai.

Pada suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai. Karena asyik berendam dan bersendau gurau, ketujuh putri itu tidak menyadari ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka, yang ternyata adalah Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya yang kebetulan lewat di daerah itu. Mereka mengamati ketujuh putri tersebut dari balik semak-semak. Secara diam-diam, sang Pangeran terpesona melihat kecantikan salah satu putri yang tak lain adalah Putri Mayang Sari. Tanpa disadari, Pangeran Empang Kuala bergumam lirih, “Gadis cantik di lubuk Umai....cantik di Umai. Ya, ya.....d'umai...d‘umai....” Kata-kata itu terus terucap dalam hati Pangeran Empang Kuala. Rupanya, sang Pangeran jatuh cinta kepada sang Putri. Karena itu, sang Pangeran berniat untuk meminangnya.

Beberapa hari kemudian, sang Pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu yang diketahuinya bernama Mayang Mengurai. Utusan tersebut mengantarkan tepak sirih sebagai pinangan adat kebesaran raja kepada Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pinangan itu pun disambut oleh Ratu Cik Sima dengan kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Sebagai balasan pinangan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima pun menjunjung tinggi adat kerajaan yaitu mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di dalam tepak itu. Enam buah combol lainnya sengaja tak diisinya, sehingga tetap kosong. Adat ini melambangkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu.

Mengetahui pinangan Pangerannya ditolak, utusan tersebut kembali menghadap kepada sang Pangeran. “Ampun Baginda Raja! Hamba tak ada maksud mengecewakan Tuan. Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung belum bersedia menerima pinangan Tuan untuk memperistrikan Putri Mayang Mengurai.” Mendengar laporan itu, sang Raja pun naik pitam karena rasa malu yang amat sangat. Sang Pangeran tak lagi peduli dengan adat yang berlaku di negeri Seri Bunga Tanjung. Amarah yang menguasai hatinya tak bisa dikendalikan lagi. Sang Pangeran pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Maka, pertempuran antara kedua kerajaan di pinggiran Selat Malaka itu tak dapat dielakkan lagi.

Di tengah berkecamuknya perang tersebut, Ratu Cik Sima segera melarikan ketujuh putrinya ke dalam hutan dan menyembunyikan mereka di dalam sebuah lubang yang beratapkan tanah dan terlindung oleh pepohonan. Tak lupa pula sang Ratu membekali ketujuh putrinya makanan yang cukup untuk tiga bulan. Setelah itu, sang Ratu kembali ke kerajaan untuk mengadakan perlawanan terhadap pasukan Pangeran Empang Kuala. Sudah 3 bulan berlalu, namun pertempuran antara kedua kerajaan itu tak kunjung usai. Setelah memasuki bulan keempat, pasukan Ratu Cik Sima semakin terdesak dan tak berdaya. Akhirnya, Negeri Seri Bunga Tanjung dihancurkan, rakyatnya banyak yang tewas. Melihat negerinya hancur dan tak berdaya, Ratu Cik Sima segera meminta bantuan jin yang sedang bertapa di bukit Hulu Sungai Umai.

Pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai. Mereka berlindung di bawah pohon-pohon bakau. Namun, menjelang malam terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Secara tiba-tiba mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan para pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai separuh malam, pasukan Pangeran Empang Kaula dapat dilumpuhkan. Pada saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima menghadap Pangeran Empang Kuala.

Melihat kedatangan utusan tersebut, sang Pangeran yang masih terduduk lemas menahan sakit langsung bertanya, “Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa maksud kedatanganmu ini?”. Sang Utusan menjawab, “Hamba datang untuk menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar Pangeran berkenan menghentikan peperangan ini. "Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan niat buruk, malapetaka akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang dengan niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung, akan sejahteralah hidupnya,” kata utusan Ratu Cik Sima menjelaskan. Mendengar penjelasan utusan Ratu Cik Sima, sadarlah Pangeran Empang Kuala, bahwa dirinyalah yang memulai peperangan tersebut. Pangeran langsung memerintahkan pasukannya agar segera pulang ke Negeri Empang Kuala.

Keesokan harinya, Ratu Cik Sima bergegas mendatangi tempat persembunyian ketujuh putrinya di dalam hutan. Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima, karena ketujuh putrinya sudah dalam keadaan tak bernyawa. Mereka mati karena haus dan lapar. Ternyata Ratu Cik Sima lupa, kalau bekal yang disediakan hanya cukup untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik Sima dengan Pangeran Empang Kuala berlangsung sampai empat bulan. Akhirnya, karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinya, maka Ratu Cik Sima pun jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia.

Sejak peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai diambil dari kata “d‘umai” yang selalu diucapkan Pangeran Empang Kuala ketika melihat kecantikan Putri Mayang Sari atau Mayang Mengurai. Di Dumai juga bisa dijumpai situs bersejarah berupa pesanggarahan Putri Tujuh yang terletak di dalam komplek kilang minyak PT Pertamina Dumai. Selain itu, ada beberapa nama tempat di kota Dumai yang diabadikan untuk mengenang peristiwa itu, di antaranya: kilang minyak milik Pertamina Dumai diberi nama Putri Tujuh; bukit hulu Sungai Umai tempat pertapaan Jin diberi nama Bukit Jin. Kemudian lirik Tujuh Putri sampai sekarang dijadikan nyanyian pengiring Tari Pulai dan Asyik Mayang bagi para tabib saat mengobati orang sakit.